Senin, 02 April 2012

BBM PLTD.[PENGARUH KUALITAS HFO TERHADAP KINERJA MESIN]



[PENGARUH KUALITAS HFO

TERHADAP KINERJA MESIN]

PLTD Trisakti, Sektor Barito. Banjarmasin, Desember 2010.

Latar Belakang

                Heavy Fuel Oil (HFO) adalah salah satu jenis BBM yang dapat digunakan pada mesin diesel SWD 9TM. Tipe HFO adalah BBM residual yang terlihat pada warna yang hitam pekat, biasanya menghasilkan asap yang lebih gelap dari hasil pembakarannya, dan bersifat kental, sehingga harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan. HFO juga biasanya mengandung polutan yang relatif lebih tinggi dari jenis BBM yang lain. Salah satu contoh polutan tersebut adalah sulfur, yang nantinya akan membentuk sulfur dioksida (SO2) pada saat pembakaran. Karena banyaknya polutan yang tidak dikehendaki tersebut dan perlunya proses persiapan sebelum HFO dapat digunakan, maka HFO memiliki harga jual yang relatif lebih rendah dibandingkan BBM jenis lain.

                Karena  sifat  HFO  tersebut,  maka  diperlukan  pengamatan  pada  beberapa parameternya,  sehingga  kinerja  mesin  tidak  terganggu.  Parameter  tersebut  perlu dibandingkan dengan spesifikasi yang disarankan oleh buku manual mesin SWD  9TM, spesifikasi dari Pertamina, dan spesifikasi yang disarankan oleh beberapa literatur lainnya. Kemudian  parameter  aktual  HFO  yang  digunakan  mesin  akan  diteliti  masing-masing komponennya agar diketahui kekurangan HFO tersebut dan proses persiapan HFO dapat lebih disempurnakan lagi.

                Pada PLTD Trisakti di Kota Banjarmasin, khususnya pada mesin SWD 9TM, HFO sudah digunakan sebagai bahan bakar utama sejak proyek MFOnisasi  (MFO/ Marine Fuel Oil adalah istilah lain untuk HFO) yang dilaksanakan pada tahun 2007. Proyek ini juga termasuk menambah  sistem  persiapan  HFO  di  dalam  plant  pembangkit  listrik.  Namun  seiring dimulainya penggunaan mesin pembangkit dengan bahan bakar HFO, frekuensi terjadinya gangguan menjadi lebih banyak bila dibandingkan saat masih menggunakan HSD. Selain pemeriksaan  material  mesin,  perlu  juga  dilakukan  pengamatan  terhadap  HFO  yang digunakan, karena dikhawatirkan parameter yang dianjurkan oleh produsen mesin tidak tercapai.

Dari pemeriksaan HFO akan diketahui apakah parameter tersebut telah tercapai atau tidak. Apabila ternyata HFO yang digunakan tidak memenuhi kriteria yang dianjurkan, maka perlu  dilakukan  langkah-langkah  perbaikan  sehingga  kinerja  mesin  tidak  terganggu. Pemeriksaan yang dilakukan pada tulisan ini antara lain meliputi pemeriksaan komposisi HFO aktual yang dipakai dan perbandingannya dengan komposisi dari literatur-literatur yang
sesuai, pemeriksaan sistem persiapan HFO, dan pemeriksaan berdasarkan gangguan yang sering terjadi pada mesin.

Tujuan

-
Mengamati komposisi HFO aktual dan dibandingkan dengan komposisi HFO dari
beberapa literatur

-
Menguraikan masalah yang mungkin terjadi apabila komposisinya melebihi batasan
yang dianjurkan

-
Memberikan  langkah-langkah  perbaikan  agar  kualitas  HFO  dapat  lebih  terjaga
sehingga tidak mengganggu kinerja mesin



Dasar Teori

Heavy Fuel Oil (HFO)

                Produk minyak, secara umum (baik minyak diesel, minyak pelumas, LFO/ Light Fuel Oil, atau HFO/ Heavy Fuel Oil), terdiri dari dua elemen utama, karbon dan hidrogen. Kombinasi dari dua elemen itu disebut hidrokarbon. Hidrokarbon merupakan penyusun utama minyak mentah dari berbagai formasi geologi di seluruh dunia.

Tipikal penyulingan minyak mentah modern



                Minyak mentah terdiri dari spektrum hidrokarbon yang luas, dari jenis yang paling ringan (berbentuk gas) hingga jenis residu yang berat. Residu yang berat tersebut berasal dari sisa proses penyulingan. Hidrokarbon ringan dan beberapa hidrokarbon jenis lain diekstrak dari minyak mentah melalui proses penyulingan. Proses serupa juga digunakan untuk menyuling residu hidrokarbon menjadi hidrokarbon yang memenuhi kriteria pasar. Rantai hidrokarbon yang biasanya ditemukan di dalam MFO/ Marine Fuel Oil terdiri dari empat kelas utama, paraffinic, aromatic, naphthenic, dan olefinic.

                Selain menjadi sumber dari berbagai hidrokarbon yang terkandung di dalam bahan bakar yang energinya digunakan saat pembakaran di dalam mesin diesel, minyak mentah juga  menjadi  sumber  dari  properti  lain  yang  dihasilkan  melalui  proses  penyulingan. Kontaminan-kontaminan itu akan terkonsentrasi di dalam HFO yang telah melalui proses penyulingan secara intensif.

                Kontaminan lain dan properti yang berhubungan langsung dengan minyak mentah antara lain sulfur, vanadium, nikel, kandungan abu, dan pour point. Tingkatan kontaminankontaminan tersebut dapat digunakan untuk melacak asal minyak mentah.
                Kontaminan lain dan properti yang berhubungan dengan proses penyulingan yang dilakukan pada minyak mentah antara lain spesific gravity, viskositas, Kandungan aspal (ashphaltene), sedimen, kandungan air, titik nyala, kompatibilitas, dan sodium.
                Kualitas   bahan   bakar   dapat   mempengaruhi   kinerja,   pengoperasian,   dan pemeliharaan mesin diesel. Agar pengaruh bahan bakar tersebut dapat dipahami dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap karakteristik, properti, dan kontaminan yang dapat mempengaruhi pengoperasian mesin diesel; penanganan sistem bahan bakar, dan sistem persiapan  bahan  bakar.  Mesin  diesel  memiliki  tingkat  sensitivitas  terhadap  beberapa properti  bahan  bakar  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  tingkat  sensitivitas  boiler  uap. Berdasarkan buku Note on Heavy Fuel Oil yang diterbitkan ABS, properti bahan bakar adalah karakteristik yang dihasilkan secara alami dari sumber minyak mentah dan juga merupakan hasil dari proses penyulingan yang telah dilalui oleh bahan bakar tersebut. Kontaminan adalah  materi  asing  yang  terbawa  pada  bahan  bakar  karena  proses  penyulingan, transportasi, atau saat penyimpanan. Properti dan kontaminan tersebut akan dibahas pada bagian selanjutnya dalam tulisan ini beserta pengaruhnya.

Properti Penting pada HFO

1.  Viskositas

HFO  biasanya  dibeli  berdasarkan  batasan  nilai  viskositas.  Walaupun  begitu,  nilai viskositas tidak berhubungan dengan tingkat kualitas HFO, namun lebih berhubungan langsung terhadap sistem pemanas dan penanganan bahan bakar. Hal ini dikarenakan HFO harus dipanaskan terlebih dahulu agar mencapai nilai viskositas injeksinya untuk mengoptimalkan pembakaran dan kinerja mesin.

2.  Specific gravity

Specific gravity dapat didefinisikan dalam persamaan berikut:

Massa jenis HFO

Specific gravity



Massa jenis air


Kedua massa jenis tersebut diukur pada temperatur yang sama (15 derajat celcius). Dari hasil perhitungan itu, akan didapatkan nilai specific gravity. Nilai ini, pada kasus HFO, berhubungan langsung dengan proses pemisahan kandungan air dari HFO, karena di PLTD Trisakti proses separasi ini didasarkan pada perbedaan massa jenis dari dua substansi yang ingin dipisahkan. Sehingga apabila nilai specific gravity mendekati nilai 1, maka proses separasi sentrifugal akan menjadi tidak efektif. Pada HFO yang memiliki nilai specific gravity yang tinggi, perlu dilakukan penambahan kapasitas separasinya. Nilai  specific  gravity  yang  tinggi  mengindikasikan  bahan  bakar  dengan  kualitas pembakaran yang rendah, yang dapat mengakibatkan keausan yang tidak normal pada liner (efek ini sering terjadi pada mesin diesel kecil berkecepatan tinggi).
                Proses pemanasan pada HFO sebelum separasi dapat membantu proses pemisahan dengan air, karena massa jenis HFO lebih sensitif terhadap perubahan temperatur dibandingkan dengan massa jenis air. Nilai viskositas yang lebih rendah juga dapat membantu proses separasi sentrifugal. Batas maksimal specific gravity yang baik bagi proses separasi sentrifugal adalah sebesar 0,991 (pada 15 derajat celcius).



3.  Kualitas pengapian (ignition quality)

Nilai kualitas pengapian bahan bakar sangat bervariasi. Kualitas pengapian yang rendah dapat mengakibatkan permasalahan pada saat proses penyalaan mesin (terutama saat proses start dingin) dan saat operasi dengan beban rendah. Kualitas pengapian yang rendah dapat mengakibatkan keterlambatan pengapian yang panjang dan juga dapat mengakibatkan  peningkatan  tekanan  secara  cepat  serta  tekanan  maksimum  yang sangat tinggi. Deposit di atas piston, pada katup exhaust, di dalam sistem exhaust, ring nosel  turbin,  dan  pada  sudu  turbin  dapat  terjadi.  Karena  deposit  pada  sistem turbocharger tersebut, efisiensinya akan merendah dan beban termal mesin akan meningkat. Salah satu cara mengukur nilai kualitas pengapian adalah menghitung perhitungan calculated carbon aromaticity index  (CCAI) yang didasarkan pada nilai massa jenis dan viskositas bahan bakar:











t
273
CCAI D
140.7 log(log(
V
0.85))
80.6
210 ln





























323



D = massa jenis pada 15°C (kg/m3) V = viskositas (cST)

t = temperatur viskositas (°C)

Nilai CCAI normal biasanya berkisar antara 800 hingga 880. Semakin rendah nilainya, maka semakin baik kualitas pengapiannya. Bahan bakar dengan nilai CCAI melebihi 880 biasanya sering bermasalah dan bahkan sebaiknya tidak digunakan pada mesin diesel. Kualitas  pengapian  ini  terutama  dapat  mengakibatkan  masalah  bagi  mesin  diesel berkecepatan sedang dan tinggi (di atas 400 rpm). Untuk bahan bakar distilat (distillate fuel), nilai kualitas pengapian diukur dengan cetane number.

4.  Kandungan air

Air yang terkandung di dalam HFO dapat berasal dari berbagai sumber dan bisa berupa air biasa atau bahkan air laut. Air juga dapat dihasilkan dari kondensasi yang terjadi di dalam  tangki  penyimpanan.  Semakin  tinggi  kandungan  air  dapat  menyebabkan penurunan  kandungan  energi  pada  bahan  bakar  tersebut,  yang  nantinya  akan

mengakibatkan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar. Bila HFO terkontaminasi dengan air laut, maka klorin di garam dapat menyebabkan korosi pada sistem bahan bakar, termasuk sistem injeksi bahan bakar. Air laut dapat menjadi penyebab masalah, deposit, dan korosi terutama pada area bertemperatur tinggi.

Mikroba yang berkembang pada HFO

Solusi jangka pendek untuk mencegah pertumbuhan mikroba di HFO, yang biasanya bersifat korosif, adalah dengan penambahan kimia  “biosida”. Solusi yang lebih baik untuk jangka panjang adalah dengan menguras bagian bawah tangki secara berkala agar air yang merupakan sumber pertumbuhan mikroba dapat tereliminasi dari HFO.

5.  Sulfur

Sulfur dioksida yang mengakibatkan polusi udara

Sulfur yang terkandung di dalam HFO dapat mengakibatkan korosi temperatur rendah (cold corossion) dan keausan korosi, terutama saat operasi dengan beban rendah. Sulfur juga  berkontribusi  menghasilkan  deposit  pada  sistem  exhaust,  biasanya  bersama dengan vanadium dan/ atau sodium dalam bentuk sulfat (sulphates). Depositnya juga dapat mengakibatkan korosi temperatur tinggi.

6.  Kandungan abu (ash)

Komponen abu yang terdapat dalam HFO antara lain:

 dan  silikon  oksida  berasal  dari  proses  penyulingan  dan  dapat
                menyebabkan keausan abrasif utamanya pada pompa injeksi dan nosel, dan bisa juga terjadi pada liner silinder dan ring piston. Separasi bahan bakar yang efisien harus dilaksanakan agar mencegah keausan pada komponen mesin
Vanadium  dan  sodium  oksida,  utamanya  sodium  vanadyl  vanadates,  terbentuk
                selama proses pembakaran, dan akan bercampur atau bereaksi dengan oksida dan vanadates  dari  komponen  abu  lain  (seperti nikel,  kalsium,  silikon,  dan  sulfur). Campuran  tersebut  dapat  membentuk  deposit  pada  katup  exhaust  atau  pada turbocharger.  Deposit  ini  bersifat  sangat  korosif  dan  dapat  merusak  lapisan pelindung  oksida (seperti  pada  katup  exhaust)  sehingga  mengakibatkan  korosi
                temperatur tinggi dan terbakarnya katup. Deposit dan korosi temperatur tinggi pada turbocharger, khususnya pada ring nosel dan sudu turbin, akan mengakibatkan penurunan efisiensi turbocharger.

Sistem udara masuk akan ikut terganggu karena kurangnya udara inlet, sehingga beban termal mesin menjadi meningkat. Bentukan deposit ini akan menjadi semakin banyak sejalan dengan meningkatnya temperatur dan output mesin.

7.  Kandungan residu karbon

Kandungan residu karbon yang tinggi akan mengakibatkan pembentukan deposit di dalam ruang bakar dan pada sistem udara exhaust, terutama pada saat pembebanan rendah.
8.  Kandungan aspal (asphaltene)

Kandungan aspal dapat menyebabkan pembentukan deposit pada ruang bakar dan pada  sistem  exhaust, terutama  pada beban  rendah.  Kandungan  aspal  yang tinggi mengindikasikan bahwa bahan bakar sulit mengalami pengapian dan terbakar dengan lambat.

Bila HFO tidak stabil, kandungan aspal akan mengendap dari bahan bakar dan akan membuat filter menjadi buntu dan/ atau menghasilkan deposit di sistem bahan bakar, dan juga bisa menghasilkan bentukan lumpur di separator bahan bakar. Lebih jauh lagi, saat beroperasi menggunakan HFO berkandungan aspal tinggi, minyak pelumas dituntut berkinerja baik. Hal tersebut menjadi penting agar minyak pelumas mampu mengikat residu pembakaran yang mengandung aspal.

9.  Titik nyala

Titik nyala yang rendah tidak akan berpengaruh pada proses pembakaran, tapi bahan bakar akan lebih berbahaya untuk ditangani dan disimpan. Dan akan lebih berbahaya bila  pour  point  bernilai  tinggi,  yang  memerlukan  pemanasan  HFO,  sehingga temperaturnya  bisa  mendekati  titik  nyalanya.  Pour  point  adalah  titik  temperatur dimana bahan bakar tidak dapat dialirkan.

 penguapan  yang  tinggi (yang  biasanya  mengindikasikan  titik  nyala  yang rendah) dapat juga menyebabkan kavitasi dan kantong udara di dalam pipa bahan bakar.

10. Kandungan sedimen

Semua HFO mengandung sedimen dalam jumlah tertentu yang dapat berupa organik dan anorganik. Jumlah total sedimen  (analisis TSP) menunjukkan kebersihan bahan bakar (keberadaan pasir, karat, kotoran, butir katalis, dan kontaminan anorganik/ padat lainnya), stabilitas bahan bakar (ketahanan pada kerusakan dan adanya endapan aspal), dan kompatibilitas terhadap bahan bakar dengan kualitas berbeda.



Standar Komposisi HFO

Terdapat beberapa komposisi HFO standar yang diamati pada tulisan ini. Masing-masing berasal dari beberapa literatur yang berbeda dan merupakan hasil dari metode pengukuran yang mungkin berbeda, namun seluruhnya nanti akan dibandingkan dengan komposisi HFO aktual pada bagian analisis dan pengamatan.

1.
Standar batas dari buku manual SWD 9TM 620




Batas nilai HFO bunker


Properti
Nilai
Satuan
Viskositas pada 50° C

Maks. 700
mm2/ s
Massa jenis pada 15° C

Maks. 0,991
g/ ml
Kandungan air

Maks. 1,0
%volume
Kandungan sulfur

Maks. 5,0
%massa
Kandungan abu

Maks. 0,2
%massa
Kandungan vanadium

Maks. 600
mg/ kg
Kandungan sodium

Maks. 100
mg/ kg
Residu karbon

Maks. 22
%massa
Kandungan aspal

Maks. 14
%massa
Flash point

Min. 60
°C
Pour point

Maks. 30
°C
Kandungan aluminium + silikon

Maks. 80
mg/ kg
Sedimen total

Maks. 0,1
%massa


2.
Spesifikasi standar dari Pertamina









Batasan
Metode Pengujian

No
Properti
Satuan







Min
Maks
ASTM
IP
1    Specific gravity 60

-
-
0.990
D-1298

60° F







2    Viskositas redwood 1
Secs
400
1250
D-445 *)
IP 70
100° F






3    Pour point

°F
-
80
D-97


4    Calorific value gross
BTU/ lb
18000
-
D-240

5    Kandungan sulfur

% wt
-
3.5
D-1551/1552

6    Kandungan air

% vol
-
0.75
D-95

7    Sedimen

% wt
-
0.15
D-473


8    Strong acid number
mgKOH/ gr
-
Nil



9    Flash point P.M.c.c
°F
150
-
D-93

10   Conradson carbon

% wt
-
14
D-189



residu

*) Kinematic Viscosity  Conversion specifications according to Oil and Gas Director General Decree

No.003/P/DM/MIGAS/1986. 14 April 1986.
3.

Standar batas dari artikel buletin Wartsila (tahun 2004)




Properti
Satuan
HFO I
HFO I
HFO II
HFO II
Metode


Bunker
Mesin
Bunker
Mesin
Pengujian
Viskositas,
mm2/s
730
730
730
730
ISO 3104
maks.
50° C





Massa jenis,
kg/ m3
991
991
991
991
ISO 3675
maks.
15° C




atau 12185
Air, maks.
%volume
1,0
0,3
1,0
0,3
ISO 3733
MCR, maks.
%massa
15
15
22
22
ISO 10370
Aspal, maks.
%massa
8
8
14
14
ASTM D 3279
Flash  point,
°C
60
60
60
60
ISO 2719

min.

Pour   point,
°C
30
30
30
30
ISO 3016
maks.






Sedimen
%massa
0,1
0,1
0,1
0,1
ISO 10307-2
total, maks.






Sulfur, maks.
%massa
2,0
2,0
5,0
5,0
ISO 8754
Abu, maks.
%massa
0,05
0,05
0,20
0,20
ISO 6245
Vanadium,
mg/ kg
100
100
600
600
ISO 14597


maks.

Sodium,
mg/ kg
50
30
100
30
ISO 10478
maks.
Aluminium +
mg/ kg
30
15
80
15
ISO 10478
silikon, maks.

CCAI, maks.
850
850
870
870
ISO 8217

Sistem HFO pada PLTD Trisakti Banjarmasin

UNLOADING PUMP MFO

STORAGE TANK MFO
STEAM SYSTEM (existing)
TRANSFER PUMP

SETTLING TANK
BURNER THERMAL OIL HEATER

SEPARATOR MODULE OIL SUPPLY

SERVICE TANK BOOSTER MODULE
OIL RETURN
MIXING TANK

ENGINE

Diagram blok sistem HFO PLTD Trisakti

Sistem HFO pada PLTD Trisakti terdiri dari:
                1.  Storage tank

Tempat penampungan HFO dengan kapasitas yang harus mampu menyimpan bahan bakar dalam jangka waktu tertentu sesuai waktu pengiriman bahan bakar. Storage tank dipanaskan oleh heater dengan temperatur HFO dipertahankan pada 45 - 55° C.
2.  Transfer pump

2 komentar:

  1. SEIRING PENGALAMAN KAMI PADA KAPAL LAUT YANG MESIN UTAMANYA MENGUNAKAN BAHAN BAKAR HFO SEBELUM MASUK KEMESIN DIPANASI 90-100 DERAJAT CELCIUS.
    KALAU BOLEH KAMI TANYA BERAPA SUHU TERBAIK UNTUK BAHAN BAKAR HFO DAN BERAPA SUHU TERBAIK UNTUK BAHAN BAKAR MFO SEBELUM MASUK KE MESIN

    BalasHapus
  2. Suhu yang baik pada minyak jenis HFO adalah: tergantung dari maker engine menganjurkan pada viscosity berapa (Cst) minyak HFO di gunakan untuk mesin tersebut,dengan mengetahui berapa nilai viscosity dari hasil lab maka kita dapat menentukan berapa derajat temperatur / suhu yang kita gunakan untuk memanasi minyak HFO tersebut.

    BalasHapus